Selamat datang di Balai Belajar Masyarakat....

Balai Belajar Masyarakat (BBM) mengajak belajar dan terus belajar.

Senin, 19 September 2011

Kecelakaan Lalu Lintas : 85% Human Error

Oleh : Taryadi Sum 

Dalam buku laporan Studi Evaluasi Road Map to Zero Accident, kecelakaan lalu-lintas antara periode 2002 sampai 2008 meningkat rata-rata 20,9% pertahun dari 4.360 menjadi 15.392 kecelakaan. Sementara pertumbuhan jenis kendaraan jenis tersebut pada periode yang sama hanya 13.5%. Korelasinya adalah semakin banyak kendaraan, resiko kecelakaan lalu-lintas semakin tinggi.

Maka tak aneh jika pada mudik lebaran kemarin kasus kecelakaan meningkat tajam karena peredaran jumlah kendaraan saat itu sangat tinggi. Dari berbagai informasi, selama mudik kemarin jumlah kecelakaan yang terjadi sekitar 5.000 kejadian dengan korban meninggal mencapai 650 orang. Jika diasumsikan waktu mudik itu seminggu dan sesudah lebaran (15 hari berikut hari raya), maka kecelakaan yang terjadi adalah 333 kejadian perhari dengan korban meninggal 43 orang. Ini belum termasuk korban luka berat dan ringan yang jumlahnya 5 kali lipat dari korban meninggal.


Berdasarkan data Ditlantas Polri tahun 2009 yang tersaji pada buku yang sama, penyebab kecelakaan lalu-lintas yang dominan adalah kesalahan manusia /pengemudi yang presentasenya mencapai 85%. Penyebab berikutnya adalah faktor kendaraan 4%, jalan dan prasarana 3%, pemakai jalan lainnya 3%, factor lingkungan dan sebagainya 5%. Dari 85% tersebut, modus kesalahan yang dilakukan pengemudi, penyebab terbesar terjadinya tabrakan adalah pengemudi tidak sabar dan tidak mau mengalah (26%), menyalip atau mendahului (17%), berkecepatan tinggi (11%), Sedangkan penyebab lainnya seperti perlanggaran rambu, kondisi pengemudi dan lain-lain berkisar antara 0,5 sampai 8%.

Manusia memang makhluk yang unik. Perilakunya kadang tidak dapat diukur melalui kadar pendidikan, pengalaman maupun kekayaan. Sehari-hari kita sering melihat angkot yang berhenti seenaknya dengan dalih demi sesuap nasi, sementara itu di jalan tol yang kebanyakan kendaraan pribadi kita juga menjumpai pelangaran yang lebih banyak lagi seperti melebihi batas kesepatan ataupun mendahului dari sebelah kiri.

Faktor yang mempengaruhi tindakan manusia di jalan juga sangat beragam, ada pengendara yang sudah membawa masalah dari sebelum berkendara sehingga tidak konsentrasi dalam mengemudikan kendaraan, ada juga faktor sesaat seperti merasa tersinggung karena ada kendaraan lain (misalnya yang lebih jelek) yang mendahuluinya sehingga emosinya tidak terkendali.

Ukuran boleh atau tidak seseorang mengemudikan kendaraan di jalan raya adalah dengan pemilikan SIM. Namun proses pembuatan SIM itu sendiri belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan mengemudi yang aman, baik bagi pengendaranya itu sendiri maupun untuk orang lain. SIM hanya terkait dengan kemampuan dan wawasan berkendaraan dan berlalu-lintas. Sementara itu di jalanan kita sering harus ngerem mendadak, menghadapi macet di tanjakan, melintasi tikungan yang curam, silau karena kendaraan dari lawan arah menggunakan lampu jauh di malam hari dan sebagainya yang tak diujikan dalam pembuatan SIM.

Penulis kebetulan pernah bekerja pada rekanan PT. Freeport di Timika dan pernah berkendaraan di wilayah operasonalnya. Untuk bisa mengemudikan kendaraan di jalan yang rata-rata ekstrim, kita harus memiliki SIM khusus wilayah tambang yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Salah satu tes praktek pada saat penulis mengikutinya adalah berhenti di tanjakan yang relatif terjal, memasang rem tangan, menormalkan perseneling dan melepaskan semua injakan kaki. 

Jika masih mundur lebih dari sejengkal untuk berjalan kembali, maka tidak lulus dan baru bisa mengulang setelah beberapa bulan kemudian. Sedangkan dalam berlalu-lintasnya, kendaraan wajib mendapatkan tanda lulus uji fisik setiap 3 bulan, melanggar kecepatan segera terditeksi dan kena tilang, 3 kali kena tilang SIM atau kecelakaan karena kelalaian pengemudi, SIM nya dicabut, dan beberapa peraturan lainnya yang tidak ada dalam sistem lalu-lintas kita. 

Memang, terlalu sulit untuk membandingkan dan mencontoh hal tersebut. Keberadaan instrumen UU no 14 tahun 1992 tentang lalu-lintas dan PP 44 tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi,  masih sangat-sangat minim jika mengacu pada  slogan dari program Zero Accident yang menyebut “satu kecelakaan saja sudah terlalu banyak”. 

Selain perubahan mendasar dan pengetatan dalam pembuatan SIM, polisipun harus dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk mendeteksi pelanggaran lalu-lintas. Saat ini masih banyak pelanggaran yang hanya dinyatakan sebagai pelanggaran jika sudah terjadi kecelakaan, seperti melewati batas maksimum kecepatan karena polisi tidak secanggih Freeport yang memiliki alat pendeteksinya.

Kembali kepada dominannya faktor manusia sebagai penyebab kecelakaan, masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam rangka mengurangi kecelakaan lalu-lintas tersebut. Namun masyarakat juga kenyataannya merupakan individu yang tidak berdaya, sehingga peran pemerintah tetap sangat penting……


Tidak ada komentar:

Posting Komentar