Oleh : Sigit Priyadi
Pernahkah Anda membayangkan bahwa anak laki-laki Anda tumbuh menjadi anak laki-laki yang tega menyiksa binatang atau melakukan kekerasan terhadap teman-temannya? Saya bukan seorang ahli kejiwaan. Namun saya merasa was-was setelah melihat tayangan di sebuah arena penyewaan ‘Game Net’ yang mempertontonkan adegan kekerasan secara vulgar. Adegan pembunuhan dalam ‘game’ itu tampak realistic, yang dimainkan oleh beberapa orang anak kecil seumuran murid SD/ SMP.
Darah yang menyiprat ketika belati disabetkan ke tubuh lawan tampak sangat mengerikan dimata saya. Fakta perasaan ngeri itu saya alami ketika masuk ke sebuah tempat usaha ‘game on line’ di dekat pertigaan jalan Bugisan dan Sugeng Jeroni, Jogja Selatan.
Saya mungkin tergolong kuna karena tidak pernah melihat perkembangan teknologi ‘game’ yang terus tumbuh subur di arena permainan anak-anak perkotaan. Jujur saja, saya bahkan tidak pernah memainkan ‘game’ apapun semenjak era video game mulai muncul saat saya masih SD di tahun 1970-an, dengan teknologi yang sangat sederhana.
Tampilan jenis permainannya juga sangat terbatas, misalnya: balap mobil formula dua dimensi, ataupun jenis menembak sasaran. Namun ditengah kemajuan dan kecerdasan anak-anak jaman sekarang, kelihatannya dampak negative kekerasan dalam ‘game on line’ harus dipantau dengan seksama. Ditambah lagi, biasanya saat bermain anak-anak juga mengeluarkan ucapan-ucapan yang bernada mengumpat dengan bahasa yang sangat kasar. Berarti telah terjadi penjungkirbalikan pendidikan karakter yang sedang mulai dihidupkan dalam pengajaran tingkat sekolah dasar.
Apakah tidak ada aturan yang keras dari pihak berwenang guna membatasi usia pemain ‘game’ di tempat-tempat usaha penyewaan ‘game’ di kota-kota besar? Seharusnya anak-anak ( laki-laki ) diberi perlindungan oleh orang tua dan semua kalangan pemerhati pendidikan, termasuk pemerintah daerah, dari pengaruh buruk tayangan sadis ‘game on line’ yang telah menjadi ‘candu’ bagi anak-anak.