Sumber
: suaramerdeka.com
Di tengah
hiruk pikuk upaya evakuasi korban Sukhoi Superjet 100, tiba-tiba ada berita
mengejutkan bahwa ternyata ada penumpang pesawat itu yang masih tetap
menyalakan ponselnya saat pesawat sedang mengudara.
Setiap
kali kita hendak terbang dengan pesawat, pramugari pasti meminta para penumpang
agar mematikan HP-nya selama penerbangan berlangsung. Imbauan yang sudah
menjadi protap (prosedur tetap) sebelum penerbangan itu sudah sering kita
dengar, namun ironisnya ternyata masih banyak penumpang yang tidak mematuhinya.
Saat
ini, naik pesawat terbang bukanlah monopoli orang yang berkantong tebal saja,
karena banyak maskapai yang menjual tarif yang relatif murah dan terjangkau.
Begitu pula dengan ponsel (HP). Harga HP yang semakin murah dan terjangkau,
membuat semua orang bisa memiliki HP dan berkomunikasi dengan murah dan cepat,
kepada siapa saja dan di mana saja, termasuk di dalam pesawat yang sedang
terbang. Padahal, ponsel yang aktif di dalam pesawat terbang dapat
mengganggu kendali / navigasi pesawat. Akibatnya, pesawat beserta seluruh
penumpang dan awak pesawat terancam keselamatannya. Sebab kendali / navigasi
pesawat menggunakan serangkaian alat eletronik digital yang sangat sentitif
terhadap frekuensi gelombang radio, sedangkan HP mengeluarkan/menerima
gelombang radio yang sangat kuat.
Sampai
detik ini, larangan untuk mengaktifkan ponsel di pesawat masih sering di anggap
sepele oleh para penumpang. Lalu mengapa larangan tersebut diberlakukan? Dan
selain ponsel, apakah ada peralatan elektronik lainnya yang juga dilarang?
Ponsel
adalah peralatan komunikasi secara elektronik dua arah dengan bantuan stasiun
relay. Utuk menghubungkan kedua peralatan tersebut hingga bisa digunakan
untuk berkomunikasi, diperlukan sebuah gelombang elektromagnetik yang dipasang
pada frekuensi tertentu. Gelombang tersebut dipancarkan oleh si pengirim,
kemudian ditangkap oleh Base Transceiver Station ( BTS) dan disalurkan ke
penerima. Sifat gelombang ini bisa saling mempengaruhi bila berada dalam
frekuensi yang sama atau berdekatan. Ponsel yang beredar saat ini kebanyakan
menggunakan frekuensi antara 100 Megahertz sampai 2,7 gigahertz dengan kekuatan
30 miliwatt.
Sebuah
HP yang sedang aktif yang dibawa oleh penumpang pesawat saat posisi
terbang pada ketinggian 35.000 kaki sanggup menembus jarak radius 35 km di
bawah pesawat (di pusat kota Jakarta saja pada radius 35 km terdapat kurang
lebih 600 BTS. Ini artinya, selain mengganggu sistem kemudi dan
navigasi pesawat, tanpa disadari ulah penumpang itu juga menggangu BTS yang
mampu dijangkau oleh HP.
Nah,
ternyata frekuensi gelombang elektromagnetik yang dipakai oleh ponsel tersebut
sama dengan frekuensi peralatan komunikasi yang digunakan oleh pilot di kokpit
pesawat dengan Air Traffic Control (ATC) atau menara pengatur lalu lintas udara
di darat, yang biasanya menggunakan frekuensi antara 118-137 Megahertz.
Karena frekuensinya sama, maka kedua frekuensi ini akan saling ''bertabrakan'',
sehingga bisa mengakibatkan gangguan, terutama pada sistem komunikasi di
pesawat. Nah, bila itu terjadi, maka sang pesawat bisa diasumsikan seperti si
buta yang tanpa pemandu. Apalagi bila pesawat tersebut menggunakan sistem
autopilot yang hanya dipandu oleh sistem komputerisasi tanpa campur tangan
pilot.
Selain
ponsel, ada juga peralatan lain yang tidak boleh digunakan di dalam pesawat
yang sedang mengudara, yaitu komputer, CD player, televisi dan game boy. Bahkan
pesawat radio juga sangat diharamkan karena menggunakan frekuensi antara 100
hingga 2.000 megahertz.
Berbagai
Gangguan
Banyak
sekali gangguan yang terjadi jika ada penumpang pesawat yang menyalakan
ponselnya, meskipun tidak digunakan untuk menelepon, sms atau internetan.
Menurut
Aviation Safety Reporting Sistem (ASRS), beberapa gangguan yang disebabkan oleh
peralatan elektronik di dalam pesawat antara lain gangguan navigasi, gangguan
VHF Omnidirectional Receiver (VOR tidak terdengar), gangguan sistem kemudi
otomatis, arah terbang bisa melenceng, indikator Horizontal Situational
Indicator (HIS) terganggu, gangguan sistem navigasi, gangguan frekuensi
komunikasi, gangguan indikator bahan bakar, gangguan sistem kemudi otomatis,
gangguan arah kompas (karena komputer, CD, game), gangguan indikator Course
Deviation Indicator (CDI) karena game boy, dan lain-lain.
Berbagai
Kecelakaan
Banyak
sekali kasus-kasus kecelakaan pesawat yang disebabkan oleh kecerobohan
penumpang membawa ponsel yang aktif di dalam penerbangan. Contoh kasus,
pertama, pesawat Crossair nomor penerbangan LX 498 selepas landas dari Bandara
Zurich, Swiss, mengalami gangguan kemudi, menukik dan jatuh menewaskan 10
penumpang. Kedua, pesawat Slovenia Air menuju Sarajevo mendarat darurat, karena
HP aktif di bagasi mengganggu navigasi (alarm di kokpit).
Ketiga,
pesawat 747 Qantas saat akan mendarat (final approach) di Bandara Heathrow
London, tiba-tiba miring dan mendaki lagi setinggi 700 kaki, karena 2 CD
player, electric game pada posisi aktif. Keempat, seorang tentara Arab
berpangkat kapten dihukum cambuk 70 kali karena kedapatan menyalakan HP di
dalam pesawat. Kelima, seorang teknisi Inggris dijebloskan dalam penjara karena
menolak permintaan pramugari British Airways untuk mematikan HP.
Pelarangan
berkomunikasi selama penerbangan ini tentu sangat tidak nyaman. Apalagi dalam
penerbangan jarak jauh yang memakan waktu berjam-jam. Apalagi jika komunikasi
yang berkaitan dengan bisnis atau masalah pekerjaan dan lain-lain.
Namun
kini, untuk pesawat-pesawat keluaran dan tipe terbaru, biasanya sudah
dilengkapi dengan sistem komunikasi yang canggih, terutama untuk komputer,
internet, TV, radio dan ponsel. Peralatan elektronik tersebut sudah dilengkapi
dengan beberapa antena khusus yang bisa melokalisasi frekuensi yang digunakan,
sehingga tidak bertabrakan dan mengganggu frekuensi yang digunakan oleh pilot
dan ATC.
Namun,
alat-alat yang bisa digunakan di dalam pesawat itu hanya yang sudah
terpasang di dalam pesawat saja. Untuk piranti elektronik milik pribadi tidak
boleh digunakan, karena frekuensinya belum diatur sedemikian rupa hingga tidak
bertabrakan dengan frekuensi pesawat.
Penggunaan
alat-alat elektronik di dalam pesawat tersebut tetap tidak boleh
sembarangan, terutama pada saat-saat krusial (90% kecelakaan pesawat udara
terjadi pada saat ini), yaitu saat pesawat akan lepas landas dan pada saat akan
mendarat. Pada saat itulah biasanya peralatan elektronik tersebut diminta untuk
dimatikan. Apalagi di Indonesia yang tidak semua maskapainya mempunyai pesawat
yang menggunakan sistem canggih tersebut, maka penumpang mau tidak mau harus
mengikuti intruksi pramugari dalam soal boleh dan tidak boleh menggunakan alat
elektronik di dalam pesawat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar