Selamat datang di Balai Belajar Masyarakat....

Balai Belajar Masyarakat (BBM) mengajak belajar dan terus belajar.

Selasa, 19 Juni 2012

Aku Mau Mama Pulang


oleh Generation of Knowledge


Ini kisah nyata seorang bocah laki-laki bernama Zhang Da yang hidup di Provinsi Zhejiang, Tiongkok. Perhatiannya yang begitu besar kepada papanya, hidupnya yang pantang menyerah dan mau bekerja sangat keras, membuat Zhang Da yang baru berumur 10 tahun ini pantas disebut anak luar biasa.
Saking langkanya seorang anak berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah Tiongkok menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat, mereka memutuskan untuk menganugerahinya penghargaan negara. Di Kota Nanjing, awal tahun 2006, Pemerintah Tiongkok menyiarkan langsung ke seluruh pelosok negeri pemberian penghargaan kepada 10 orang hebat diantara miliaran penduduk Tiongkok, salah satunya adalah Zhang Da.

Zhang Da ditinggal pergi oleh mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Sejak itu Zhang Da hidup dengan seorang papa yang tak mampu bekerja, tak mampu berjalan, dan sakit-sakitan. Keadaan ini memaksa seorang bocah ingusan untuk mengambil tanggung jawab yang sangat berat. Ia harus sekolah; ia harus mencari makan untuk papanya dan dirinya sendiri; ia juga harus memikirkan biaya obat-obatan yang pasti tidak murah untuknya. Ia masih terlalu belia untuk menjalani beban hidup yang pahit ini. Tetapi, yang membuat Zhang Da berbeda adalah: ia pantang menyerah.
 Hidup harus terus berjalan, namun bukan dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggung jawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Zhang Da memulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dalam perjalanan kaki dari dan ke sekolah, ia melewati sebuah hutan kecil. Ia makan daun, biji-bijian, dan buah-buahan yang ditemuinya. Kadang ia menemukan sejenis jamur atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan seperti it, ia tahu mana yang bisa diterima oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Sepulang sekolah, siang sampai sore harinya ia bergabung dengan para tukang batu untuk memecah batu-batu besar. Upah sebagai pemecah batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini dijalaninya selama lima tahun, tetapi badannya tetap sehat, segar, dan kuat.
 Zhang Da juga merawat papanya yang sakit dengan penuh kasih sayang. Ia memapah papanya ke kamar kecil; ia menyeka dan sesekali memandikan papanya; ia berbelanja beras dan membuat bubur. Segala urusan papanya menjadi tugas sehari-harinya.
 Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik guna mengatasi semua ini. Ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang dibelinya. Bahkan, ia belajar dari seorang suster cara menyuntik sendiri papanya. Anak lain biasanya bermain menjadi dokter-dokteran, tetapi Zhang Da tidak melakukannya untuk main-main.
 Mungkin apa yang dilakukan Zhang Da adalah perbuatan nekad. Namun jika kita bisa memahami kondisinya, harus diakui bahwa Zhang Da adalah anak yang berani, kreatif, dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang menerpanya. Tugas menyuntik papanya dilakukannya selama lima tahun, dan ia pun menjadi terampil dalam menyuntik.
 Ketika mata para pejabat, artis, tokoh masyarakat yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara bertanya, "Zhang Da, bilang saja, kamu mau minta apa, sekolah di mana, berapa uang yang kamu butuhkan, nanti kamu mau kuliah dimana . . . , sebut saja! Pokoknya apa saja yang kamu idam-idamkan, tinggal sebut! Lihat, di sini ada banyak orang yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi. Mereka bisa menolongmu!"
 Zhang Da terdiam, tidak menjawab apa-apa. Pembawa acara berkata lagi kepadanya, "Bilang saja, mereka pasti mau membantumu!" Beberapa detik Zhang Da masih membisu, lalu . . . dengan suara bergetar ia pun menjawab, "Aku mau Mama pulang. Mama, kembalilah ke rumah . . . . Aku bisa membantu Papa; aku bisa cari makan sendiri. Mama, pulanglah . . . . "
 Banyak sekali hadirin yang menitikkan air mata karena terharu. Tak ada yang menyangka itulah yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya? Mengapa ia tidak minta uang untuk sekolah dan makan? Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Entahlah . . . . Namun, apa yang dimintanya, pastilah yang paling utama baginya.
"Aku mau Mama pulang", sebuah pinta yang mungkin sudah dipendam sejak mamanya meninggalkan dia dan papanya.
Hidup memang berat, sungguh berat. Rongrongan kemelaratan dan cekaman penyakit seolah melebur dalam paket kehidupan itu sendiri. Lebih parahnya lagi, hidup seringkali diperberat oleh ulah pelaku kehidupan itu sendiri.
Ketegaran dan ketulusan Zhang Da adalah inspirasi menakjubkan bagi siapa saja. Perjuangan Zhang Da adalah bukti kekokohan batin dan jasmani seorang insan manusia. Entah kisah ini happy ending atau tidak, namun setidaknya malam berkah itu mengubah nasibnya secara fisik dan materi. Alam sekitar kita ini masih bisu menyimpan selaksa kisah derita lainnya, pergelutan abadi umat manusia dalam menahan terpaan dan gempuran abadi kehidupan. Teruslah kita . . . , berjuang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar