Oleh
: Cahyadi Takariawan
Maksud hati membantu suami menambah penghasilan, apa daya anak jadi
korban. Akibat kerap meninggalkan buah hatinya, Hilal Aljajira (6), Erna Sutika
(32) kini harus menelan pil pahit. Usus Hilal bocor dan membusuk hingga harus
dipotong. Rupanya tiap hari Hilal hanya menyantap mi instan karena di rumah tak
ada orang yang memasakkan makanan untuknya. Ini karena Erna sibuk bekerja mencari uang.
Ada
lagi kisah mengerikan yang barusan saya baca, postingan Kompasianer Didowardah
(http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/06/24/hidup-hemat-ala-anak-kost-bukan-berarti-mengidolakan-mie-instan/).
Kisah-kisah yang terkait dengan dampak negatif mengkonsumsi mi instan secara
berlebihan. Termasuk kisah yang di-link dari sebuah portal berita.
Kendati
sudah sangat sering membaca tulisan semacam itu, namun saya tetap membacanya,
mengingat keluarga saya termasuk penggemar mi instan. Kisah-kisah tersebut
semakin menguatkan argumen perlunya berhati-hati dan mewaspadai mi instan.
Di
antaranya adalah kisah tentang seorang suami yang terkena kanker kelenjar getah
beningnya. Ia berobat selama hampir satu tahun di Singapura, dan telah menghabiskan
biaya lebih dari Rp 1 milyar pada tahun 1996 sampai 1997. Walaupun biaya
tersebut ditanggung perusahaan namun jelas itu jumlah yang tidak sedikit.
Setelah
mendapatkan serangkaian pemeriksaan oleh dokter, kanker tersebut muncul akibat
dia mengkonsumsi mi instan plus kornet selama 4 tahun terus menerus setiap hari.
Hal itu dilakukan dengan alasan karena istrinya sibuk kerja, sehingga tidak
sempat memasak di rumah. Menurut keterangan dokter, penyebab utama adalah
pengawet yang ada di dalam mi instan dan kornet tersebut.
Perhatikan
alasan suami tersebut : karena isteri sibuk bekerja dan tidak sempat memasak,
maka selama empat tahun berturutan ia menyantap mi instan dan kornet untuk
sarapan dan makan harian.
Maunya Praktis Tapi ......
Mi
instan itu benar-benar praktis, sebagaimana bubur instan, dan berbagai macam
makanan instan lainnya. Corak praktis inilah yang sangat sesuai dengan kondisi
kesibukan masyarakat modern sekarang, baik yang hidup di desa maupun di kota.
Sebelum berangkat bekerja, hanya perlu menyediakan waktu 5 menit, maka mi
instan sudah siap dimakan. Sambil berlari menuju mobil, seorang profesional
muda membawa mi instan dalam wadah yang juga instan.
Alasan
suami tersebut, selain karena sibuk, ditambah lagi isteri juga sibuk dan tidak
sempat memasak, dan di rumah tidak ada pembantu rumah tangga. Maka semua
anggota keluarga mencari kepraktisan, dengan mi instan.
Benarkah
tindakan tersebut? Ternyata beresiko tinggi. Si suami menderita kanker, karena
berlebihan mengkonsumsi mi instan dan kornet. Biaya yang dikeluarkan untuk
berobat sangat besar. Inilah lingkaran permasalahan masyarakat modern. Semua
orang sibuk, ingin mencari kepraktisan dalam semua urusan. Penginnya semua
terjadi dengan instan.
Jika
suami dan isteri sibuk bekerja dan berkarier, harus ada perhitungan ulang,
apakah pola hidup seperti itu sehat untuk keluarga mereka? Apakah mengejar
karier itu harus dilakukan dengan mengorbankan kesehatan fisik dan keharmonisan
hubungan kerumahtanggaan? Harus cermat benar membuat perhitungan, antara
manfaat yang didapatkan dari kesibukan bekerja, dan resiko yang muncul akibat
kesibukan tersebut.
Jika
isteri tidak sempat memasak karena sibuk bekerja, suami juga tidak sempat
memasak karena sibuk bekerja, maka upaya apakah yang bisa dilakukan? Salah satu
yang bisa dilakukan adalah dengan mencari catering yang terpercaya dan harganya
sesuai kondisi keuangan yang ada. Kalau di kampung saya, masyarakat kampung
yang sibuk bekerja ke sawah dan mencetak batu bata, biasa membeli makan ke
warung bu Wandi yang murah meriah. Sejak pagi habis subuh mereka sudah
mengerumuni warung makan bu Wandi untuk keperluan sarapan.
Jalan
keluar lainnya adalah dengan merasionalisasi kesibukan. Suami dan isteri harus
duduk bersama untuk membahas rutinitas hidup yang telah menyandera mereka
berdua. Benarkah kesibukan dan kerja yang mereka lakukan berdua merupakan
sebuah pilihan sadar untuk kebaikan semua anggota keluarga? Apakah tidak ada
pihak yang menjadi “korban” dari pola hidup seperti itu? Misalnya perhatian
terhadap pendidikan anak-anak, juga peluang munculnya kekosongan dalam jiwa anak-anak
karena tidak pernah bersama orang tua. Semua serba instan, sesuai corak
kesibukan.
Bahkan
dampak yang terkait dengan kesehatan. Karena semua bergaya hidup instan, maka
keluarga terancam oleh berbagai penyakit yang mungkin muncul akibat konsumsi
makanan instan.
Waspadalah
! Kesibukan anda tidak boleh melalaikan anda dari memenuhi hak-hak fisik anda,
tidak boleh melalaikan anda dari mengurus dan memperhatikan keluarga anda.
Semua harus seimbang, semua harus proporsional, semua harus diletakkan pada
porsi yang tepat. Jangan berlebihan, nanti akan muncul penyesalan di belakang. Kesibukan
anda tidak boleh memunculkan budaya instan. Makanan instan, kasih sayang
instan, pendidikan instan, perhatian instan, komunikasi instan, bahkan seks
instan.
Waspadalah,
waspadalah, waspadalah !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar