Selamat datang di Balai Belajar Masyarakat....

Balai Belajar Masyarakat (BBM) mengajak belajar dan terus belajar.

Senin, 14 November 2011

Belajar Dari Kehidupan Keras Jalan Raya

Oleh : Nur Ali Muchtar

Cukup sudah kita mengutuki jalan raya. Saatnya memandang jalan raya dengan perspektif baru. Memang kemacetan Jakarta telah membuat banyak orang “stress” dan gampang naek pitam. Gak percaya? Silakan gas sepeda motor Anda untuk berjibaku dengan kemacetan. Saya jamin, Anda akan melihat banyak orang “stress” mengendarai sepeda motor ataupun mobil.
Macet, panas, debu, kontainer membuat manusia Jakarta semakin gampang meledak-ledak. Istilahnya, “senggol dikit, bacookk”. Tapi mari kita tidak melulu mengutuki kondisi. Karena biar bagaimanpun, kita tak bisa melakukan banyak hal dengan kondisi yang ada. Ini adalah kondisi di luar (eksternal) diri kita. Maka cara termudah bagi kita untuk merubah keadaan adalah dengan memperbaiki cara kita menyikapi kondisi yang ada. Jadi dimulai dari dalam diri kita sendiri. Kondisi internal diri kita sendiri.
Kebetulan saya sudah naek motor selama enam tahun sejak kelas tiga SMA. Dulu memang saya jarang keliling Jakarta. Tapi saat kuliah, keliling Jakarta sudah menjadi semacam ritual rutin bagi saya. Betapa tidak, saya tinggal di Jakarta Utara dan harus kuliah di Depok. Sedang untuk bisa mencapai Depok, saya harus “mendaki gunung melewati lembah” Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan. Hanya Jakarta Barat yang jarang saya lalui. Tapi setelah lulus kuliah, saya malah sering keliling Jakarta Barat. Kesimpulannya: hampir semua sudut dari kota Jakarta ini pernah saya lewati. Dan alhamdulillahnya, selama enam tahun malang melintang di dunia permotoran, saya tidak pernah kecelakaan yang penyebabnya karena kelalaian saya sendiri (mudah-mudahan kedepannya juga tidak. amin).

Memang saya pernah kecelakaan sebanyak dua kali. Tapi itu bukan karena kesalahan saya. Yang pertama adalah kesalahan teman saya yang membawa motor (saya bonceng). Alhamdulillah tidak terlalu parah. Hanya pantat celana saya yang robek. Yang kedua, karena saya ditabarak dari belakang saat di lampu merah. Konyol kan? Begitulah orang Jakarta kalo udah di jalan raya. Lampu merah, masih mau diterobos. Edan.
Berikut adalah hal-hal positif yang bisa kita pelajari dari kehidupan keras jalan raya:
Pertama, buat saya, jalan raya adalah tempat yang paling sering mengingatkan saya pada Tuhan semesta alam, Allah SWT. Saya menyadari bahwa kita tak punya kuasa lagi atas nyawa kita saat berkendaraan di jalan raya. Semuanya bisa saja terjadi. Maka cara terbaik buat saya adalah selalu bedoa dan mengingat Allah di setiap kesempatan naek motor. Di sinilah waktu paling banyak saya beristighfar. Saya selalu berdoa: semoga Allah melindungi saya dari mara bahaya selama dalam perjalanan dan semoga saya bisa sampai ke tujuan dan balik lagi ke rumah dalam kondisi sehat wal afiat. Amin.
Kedua, belajar untuk menjadi orang yang sabar. Kondisi panas, macet, debu, kontainer, dan lain-lainnya membuat emosi orang gampang meluap. Tapi inilah saat yang paling tepat untuk kita belajar bersabar. Belum lagi kalo ada orang yang naek motornya seenak udelnya aja atau kita ditabarak dari belakang. Pasti ini membuat emosi kita gampang meledak. Tapi justru dari kejadian-kejadian inilah harusnya kita lebih banyak belajar tentang arti kesabaran. Belum lagi jika sedang jalan enak-enak, eh ternyata ban bocor. Nah lo, kalo kita gak sabaran, saya jamin kita akan tambah sengsara dan gampang stress. Maka sekali lagi, di sinilah kita bisa belajar untuk bersabar.
Ketiga, tenang dan tidak tergesa-gesa. Bayangkan jika Anda berkendaraan di wilayah saya di Jakarta Utara dimana mobil kontainer hampir sama banyaknya dengan kendaraan pribadi. Bayangkan jika semua kontainer keluar dari sarangnya dan tumpah ruah di jalan raya. Apa yang akan terjadi: jalanan menjadi angker dan nyawa kita dipertaruhkan di sana. Jika kita tidak tenang dan maunya terburu-buru terus, maka peluang untuk terjadinya kecelakaan pasti lebih besar.
Coba bayangkan jika di depan Anda ada sebuah kontainer yang sedang jalan merayap. Lantas di depan kontainer itu ada jalanan menikung. Karena Anda tak sabaran dan maunya buru-buru, ternyata ada sebuah mobil dari arah yang berlawanan juga melintas. Tamat sudah kisah hidup Anda. Ada pekataan “waspadailah apa yang tidak terlihat”. Saya pribadi, kalo sudah berkendaraan di wilayah Jakarta Utara, lebih milih prinsip “lama sampe gak apa-apa, yang penting selamat, gak masalah ketimbang terburu-buru hingga harus bertaruh nyawa”.
Keempat, belajar untuk menjadi manusia kuat. Bayangkan jika di jalan raya kita gampang sekali lesu dan ngantuk. Tentu akan sangat beresiko buat kita. Maka di jalan raya inilah kita belajar untuk menjadi manusia kuat. Atas alasan inilah saya memiliki motivasi yang cukup kuat untuk terus menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat, segar, bugar dan kuat. Ini salah satu motivasi saya untuk terus berolahraga rutin setiap hari. Bayangkan jika kita tidak pernah berolahraga, mungkin kita akan mudah sekali lemas saat tengah berada di jalan raya. Ujung-ujungnya, sakit.
Kelima, belajar untuk memiliki respek yang lebih besar pada diri sendiri. Memang nyawa ada di tangan Tuhan, tapi bukan berarti menjadi alasan bagi kita untuk ugal-ugalan di jalan raya. Selalu ingat perjuangan yang telah kita lakukan untuk bisa survive hingga saat ini, bisa menjadi semacam pengontrol bagi kita untuk berhati-hati saat di jalan raya. Kalo kita tetep nakal juga hingga sampai kecelakaan di jalan raya yang menyebabkan nyawa kita terancam, hilang sudah semua jerih payah yang kita perjuangkan untuk survive dalam kehidupan. Semuanya menjadi sia-sia karena kekonyolan kita sendiri di jalan raya. Inget juga: kita belum nikah (buat yang belum nikah seperti saya. hehehehe…), belum bisa ngebahagiain orang tua, belum kontribusi banyak tuk masyarakat dan negara. InsyaAllah ini akan menjadi motivasi tambahan tuk kita agar selalu berhati-hati saat berkendaraan di jalan raya.
Saya ingin mengatakan pada orang-orang yang suka kebut-kebutan di jalan raya (bukan di ajang balapan yang sesungguhnya): mereka adalah orang-orang yang pikirannya pendek, gak peduli sama nyawanya, preman tengik, cuma bisa buat orang kesel, gayanya sebakul, bermasa depan suram, dan gak punya harapan. Maaf, ini saking keselnya saya sama orang-orang yang suka kebut-kebutan seenak udelnya di jalan raya. Orang ini adalah orang yang paling banyak disumpain sama masyarakat biar tabrakan. Maaf.
Keenam, saat di jalan raya adalah saat yang paling tepat buat kita berpikir, merenung dan instrospeksi diri. Saya pribadi, lebih senang untuk menghabiskan waktu yang bisa dibilang cukup banyak terbuang di jalan raya dengan berpikir, merenung dan instrospeksi diri. Inilah waktu dimana saya sering meninjau ulang apa-apa yang pernah saya alami, baca, dan diskusikan dengan orang lain. Saya selalu berusaha untuk mencari yang terbaik dari apa-apa yang saya pikirkan itu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pola pandang baru yang akan digunakan untuk mengatasi masalah-masalah hidup agar lebih baik dan bermakna.
Ketujuh, belajar fokus. Meski di poin 6 saya katakan bahwa saya lebih banyak berpikir, merenung dan instrospeksi diri saat berkendaraan, bukan berarti saya lalai. Justru karena saya melakukan “pekerjaan” lain di dalam pikiran saya, kewaspadaan, kehati-hatian dan sikap fokus saya bertambah dua kali lipat. Malahan saya lebih bisa menikmati perjalanan sambil mengayuh kendaraan dengan pelan-pelan. Tentu sambil berpikir, merenung dan instrospeksi diri. Tidak jarang saya malah banyak dapet ide nulis dari sana (saat berkendaraan). Contohnya adalah tulisan ini.
Fokus berarti kita tetap pada keadaan siaga dan tidak gampang buyar pikiran. Biasanya, kalo orang gampang emosian di jalan raya, orang tersebut akan mudah kehilangan fokus. Dan ini sangat berbahaya untuk berkendaraan di jalan raya. Dengan fokus, kita tetap berusaha untuk menjaga jarak dengan kendaraan lain yang ada di depan, belakang, samping kanan dan kiri. Kita bisa menghindar dengan cekatan untuk mengelak dari tabrakan sebabnya karena kita tetap fokus. Jadi fokus ini menjadi sebuah keharusan saat berkendaraan di jalan raya.
Kedelapan, preparation. Sapa bilang ini tidak penting? Justru ini sangat penting sekali. Dengan persiapan yang matang berarti kita telah mengantisipasi untuk segala kejadian yang tak kita harapkan. Misal: mengecek kondisi motor (apakah dalam kondisi siap “tempur” atau tidak), mengecek dompet dan hp agar tidak tertinggal di rumah (takut sewaktu-waktu ban boco, beli air mineral, dll), menganalisis jalur-jalur tercepat dan tidak terlalu macet untuk bisa sampai ke tujuan, membawa jas hujan, mengenakan jaket yang tebal, helm, masker, sarung tangan, sepatu, dll. Semua ini adalah persiapan-persiapan yang harus kita lakukan saat hendak berjibaku di jalan raya. Ini memberi pelajaran pada kita bahwa kehidupan kitapun harus direncanakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar